Selasa, 25 Januari 2011

Memahami Puisi

Suatu karya sastra menciptakan dunianya sendiri yang berbeda dari dunia nyata. Segala sesuatu yang terdapat dalam dunia karya sastra merupakan fiksi yang tidak berhubungan dengan dunia nyata. Karena menciptakan dunianya sendiri, karya sastra tentu dapat dipahami berdasarkan apa yang ada (intrinsik) atau secara eksplisit tertulis dalam teks tersebut.

Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif) (Herman J. Waluyo. 2002. Apresiasi Puisi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hal. 1)

Unsur Pembentuk Puisi

Puisi terbentuk dari 2 unsur, yaitu :

1. Unsur Intrinsik

Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri.

Unsur intrinsik puisi terbagi menjadi 2, meliputi :

A. Unsur bentuk/kebahasaan, meliputi :

1. Pemadatan bahasa

2. Pemilihan kata khas (diksi)

3. Kata konkret

4. Pengimajian (pencitraan)

5. Irama (ritme)

6. Tata wajah (tipografi

B. Unsur makna, meliputi :

1. Tema

2. Nada dan suasana

3. Perasaan

4. Amanat

2. Unsur ekstrinsik

Yang dimaksud unsur-unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang terdapat di luar teks karya sastra itu.

Unsur ekstrinsik puisi meliputi :

1. Jenis kelamin pengarang

2. Latar belakang pendidikan, suku, agama, sosial-budaya pengarang

3. Pandangan ideologi pengarang

4. dsb

A. UNSUR BENTUK/KEBAHASAAN PUISI

1. Pemadatan Bahasa

Bahasa dipadatkan agar berkekuatan gaib. Maka, puisi berupa kata-kata yang membentuk larik dan bait yang memiliki makna yang lebih luas dari kalimat.

Contoh :

Doa

karya : Chairil Anwar

Tuhanku

Dalam termangu

Aku masih menyebut namaMu

Biar susah sungguh

Mengingat Kau penuh seluruh

CayaMu panas suci

Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi

Bait pertama puisi tersebut terdiri atas tiga larik, yang masing-masing larik tidak dapat disebut kalimat. Kunci utama bait itu adalah kata termangu. Mungkin penyair ingin mengatakan bahwa di dalam kegoyahan imannya kepada Tuhan, (termangu), ia masih menyebut nama Tuhan (dalam doa-doanya). Bait kedua dengan kata kunci susah. Ditafsirkan bahwa penyair sangat sulit berkonsentrasi dalam doa untuk berkomunikasi kepada Tuhan secara total (penuh seluruh). Bait ketiga kata kuncinya adalah lilin. Penyair ingin menyatakan bahwa cahaya iman dari Tuhan tinggal cahaya kecil di lubuk hati penyair yang siap padam (karena kegoncangan iman).

2. Pemilihan Kata Khas (Diksi)

Kata-kata yang dipilih penyair dipertimbangkan dari aspek dan efek pengucapannya, serta dapat mewakili pikiran dan suasana hati penyair.

Diksi muncul karena adanya :

a. Makna Kias (konotatif)

Contoh :

Aku

Karya Chairil Anwar

Aku ini binatang jalan

Dari kumpulannya terbuang

................................................................. .

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri(h)

Larik binatang jalang dari kumpulannya berbuang dapat diartikan orang yang selalu bersikap memberontak dan berada di luar organisasi formal. Karena yang sakit bukan fisik, tetapi jiwanya, maka luka dan bisa (akan) dibawa berlari. Terus berlari. Dengan berlari itu akan hilang pedih peri(h). Kalau yang luka fisiknya, tentunya akan sulit hilang pedih perihnya dengan dibawa berlari (malah semakin parah pedih dan perihnya). Tetapi, karena yang luka adalah jiwa, maka dengan dibawa berlari (tidak dihiraukan) pedih perih luka itu akan hilang.

b. Lambang (simbol)

Dalam puisi banyak digunakan lambang yaitu penggantian suatu hal/benda dengan hal/benda lain. Ada lambang yang bersifat lokal, kedaerahan, nasional, ada juga yang bersifat universal (berlaku untuk semua manusia). Misal bendera adalah lambing identitas Negara, dan bersalaman adalah lambang persahabatan, pertemuan, atau perpisahan.

Contoh :

Surat Kepada Bunda tentang Calon Menantunya

Karya : Rendra

…………………

Burung dara jantan yang nakal

Yang sejak dulu kau piara

Kini terbang dan telah menemu jodohnya

Ia telah meninggalkan kandang yang kaubuatkan

Dan tiada akan pulang

Buat selama-lamanya

…………………

Diri penyair sebagai orang yang setia dilambangkan dengan burung dara jantan.

c. Persamaan Bunyi atau Rima

Pemilihan kata di dalam sebuah baris puisi maupun dari satu baris ke baris lain mempertimbangkan kata-kata yang mempunyai persamaan bunyi yang harmonis. Bunyi-bunyi yang berulang ini menciptakan konsentrasi dan kekuatan bahasa atau sering disebut daya gaib kata seperti mantra.

Contoh :

Doa

Karya : Chairil Anwar

Tuhanku

Dalam termangu

Aku masih menyebut namaMu

Biar susah sungguh

Mengingat Kau penuh seluruh

…………………………………..

Tuhanku

Aku hilang bentuk

Remuk

…………………………….

Catatan :

Pemilihan kata khas dapat pula dibentuk dengan menggunakan majas atau gaya bahasa (lihat jenis-jenis majas)

Jenis-jenis rima :

1. Dilihat secara vertikal (persamaan bunyi pada akhir baris dalam satu bait)

a. Rima sejajar (polanya a-a-a-a)

b. Rima kembar (polanya a-a-b-b)

c. Rima berpeluk (polanya a-b-b-a)

d. Rima bersilang (polanya a-b-a-b)

2. Dilihat secara horizontal persamaan bunyi pada setiap kata dalam satu baris)

a. Aliterasi : persamaan bunyi konsonan pada setiap kata dalam satu baris

b. Asonansi ; persamaan vokal pada akhir kata dalam satu baris

4. Kata Konkret

Jika penyair ingin menggambarkan sesuatu secara lebih konkret, ia akan memberikan penggambaran dengan kata-kata dengan tujuan agar kata yang dimaksud dapat lebih menggambarkan objek visualnya.

Contoh :

Ballada Terbunuhnya Atmo Karpo

Karya : W.S. Rendra

Dengan kuku-kuku besi, kuda menebah perut bumi

Bulan berkhianat, gosokkan tubuhnya pada pucuk-pucuk para

Mengepit kuat-kuat lutut penunggang perampok yang diburu

Surai bau keringat basah, jenawipun telanjang

Kuku besi = kaki kuda

Kulit bumi = jalan yang tidak beraspal

Penunggang perampok yang diburu = Atmo Karpo, seorang perampok, yang menunggang kuda

Surai bau keringat basah = perjalanan yang sangat melelahkan

Jenawi (= samurai) pun telanjang = keadaan siap berperang

5. Pengimajian (Pencitraan)

Pengimajian dalam puisi dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :

a. Imaji / citraan visual

Pengimajian dengan menggunakan kata-kata yang menggambarkan seolah-olah objek yang dicitrakan dapat dilihat.

Contoh :

Gadis Peminta-minta

Karya : Toto Sudarto Bachtiar

Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil

Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka

Tengadah padaku, pada bulan merah jambu

Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

b. Imaji / citraan auditif

Pengimajian dengan menggunakan kata-kata ungkapan seolah-olah objek yang dicitrakan sungguh-sungguh didengar oleh pembaca.

Contoh :

Asmarandana

Karya : Goenawan Mohamad

Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun

Karena angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda serta langkah pedati.

Ketika langit bersih menampakkan bima sakti

c. Imaji taktil (perasaan)

Pengimajian dengan menggunakan kata-kata yang mampu mempengaruhi perasaan pembaca sehingga ikut terpengaruh perasaannya.

Contoh :

Yang Terampas dan Yang Putus

Karya : Chairil Anwar

Kelam dan angin lalu mempesiang diriku

menggigit juga ruang di mana dia yang kuingin,

malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru angin

6. Irama (Ritme)

Irama (ritme) berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Irama juga berarti pergantian keras-lembut, tinggi-rendah, atau panjang-pendek secara berulang-ulang dengan tujuan menciptakan gelombang yang memperindah puisi.

Contoh :

Menyesal

Karya ; Ali Hasjmy

Pagiku hilang / sudah melayang

Hari mudaku / telah pergi

Kini petang / dating membayang

Batang usiaku / sudah tinggi

7. Tata Wajah (Tipografi)

Terkadang bait-bait suatu puisi (terutama puisi modern) tersusun membentuk bentuk tertentu. Hal tersebut memang disengaja oleh pengarangnya dengan tujuan semakin mempertegas tema atau maksud yang ingin disampaikan pengarang.

Contoh :

Tragedi Winka dan Sihka

Karya : Sutardji Calzoum Bachri







kawin











kawin











kawin











kawin











kawin











ka










win










ka










win










ka










win









ka










win










ka












winka











winka











winka











winka











winka











winka










sih










ka










sih










ka










sih










sih










sih










sih










ka












sih












sih












sih












sih












sih












sih












ka











ku





Keterangan :

Winka kebalikan dari kawin, yang dapat diartikan sebagai perkawinan yang gagal. Sihka kebalikan dari kasih, artinya karena perkawinannya gagal, kasih itu menjadi kebencian. Baris menuju ke kanan artinya makin besar tingkatannya, sedangkan baris yang menjauh ke kiri artinya makin mengecil. Sementara larik yang terdiri hanya satu suku kata bias bermakna orang yang kawin itu sudah putus dan menjalani hidup sendiri-sendiri.

B. UNSUR MAKNA PUISI

1. Tema Puisi

Tema adalah gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair melalui puisinya. Ciri-ciri tema puisi :

· Tema mengacu pada penyair

· Tema bersifat khusus (diacu dari penyair)

· Objektif (semua pembaca harus menafsirkan sama)

· Lugas (bukan bermakna kias yang diambil dari konotasinya.

Contoh tema-tema dalam puisi :

No.

Jenis Tema

Judul Puisi

Pengarang

1

Ketuhanan

YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS
kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

di Karet, di Karet (daerahku yang akan datang) sampai juga deru dingin

aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku

Chairil Anwar



Anakku
Engkau datang menghintai hidup
Engkau datang menunjukkan muka
Tapi sekejap matamu kau tutup,
Melihat terang anaknda tak suka.

Mulut kecil tiada kau buka,
Tangis teriakmu tak kan diperdengarkan
Alamat hidup wartakan suka,
Kau diam, anakku, kami kau tinggalkan.

Sedikitpun matamu tak mengerling,
Memandang ibumu sakit berguling
Air matamu tak bercucuran,
Tinggalkan ibumu tak berpenghiburan

J.E. Tatengkeng



Padamu Jua

Habis kikis
Segera cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu

Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu

Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa

Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati

Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas
Nanar aku, gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai
Kasihmu sunyi

Menunggu seorang diri
Lalu waktu – bukan giliranku
Matahari – bukan kawanku.

Amir Hamzah



CANDI MENDUT

Di dalam ruang yang kelam terang
Berhala Budha di atas takhta,
Wajahnya damai dan tenung tenang,
Di kiri dan kanan Bodhisatwa.
Waktu berhenti di tempat ini
Tidak berombak, diam semata;
Azas berlawan bersatu diri,
Alam sunyi, kehidupan rata.
Diam hatiku, jangan bercita,
Jangan kau lagi mengandung rasa,
Mengharap bahagia dunia Maya
Terbang termenung, ayuhai, jiwa,
Menuju kebiruan angkasa,
Kedamaian Petala Nirwana.

Sanusi Pane



DOA

kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

Chairil Anwar



Tuhanku (Penulis blog belum menemukan puisi ini)

Kirdjo Mulyo



BALLADA PENYALIBAN

JESUS berjalan ke Golgota
disandangnya salib kayu
bagai domba kapas putih.

Tiada mawar-mawar di jalanan
tiada daun-daun palma
domba putih menyeret azab dan dera
merunduk oleh tugas teramat dicintai
dan ditanamkan atas maunya.

Mentari meleleh
segala menetes dari luka
dan leluhur kita Ibrahim
berlutut, dua tangan pada Bapa:
- Bapa kami di sorga
telah terbantai domba paling putih
atas altar paling agung.
Bapa kami di sorga
berilah kami bianglala !

ia melangkah ke golgota
jantungnya berwarna paling agung
mengunyah dosa demi dosa
dikunyahnya dan betapa getirnya.

Tiada jubah terbentang di jalanan
bunda menangis dengan rambut pada debu
dan menangis pula segala perempuan kota.

Perempuan !
mengapa kau tangisi diriku
dan tiada kau tangisi dirimu?
Air mawar merah dari tubuhnya
menyiram jalanan kering
jalanan liang-liang jiwa yang papa
dan pembantaian berlangsung
atas taruhan dosa.

Akan diminumnya dari tuwung kencana
anggur darah lambungnya sendiri
dan pada tarikan napas terakhir bertuba:
- Bapa selesailah semua !

W.S. Rendra



SENANDUNG NATAL
Nyanyi suci di dalam hati
Mengalun setanggi sesela hati
Adik mengapa dikau sendiri
Bersama abang mari ziarah ke gereja suci

Sunyi hati di gelap hari
Serangga mati di nyala api
Kristus janganlah pergi sertai kami
dalam sepi jalan sendiri

Dan bulan, kerinduan yang dalam
menikam nurani pengembara di perlawatan
Tuhan di palungan betapa pun kebesaran
Manusia nikmat tertidur di peristirahatan


Nyanyi suci di malam sepi
Mengalun hati diayun setanggi
Adik mari berlutut di sini
Tuhan hadir bagi insani

Sunyi suci di gelap dini
Berayun hati digetar nyanyi
Dan adik mari bukakan diri
Kristus istirahatlah di hati kami

Kristus! Lindungilah dan berkati
Ajar kami berendah hati
Dan biarlah tanganmu suci
di dahi kami tersilang aman abadi

Suparwoto Wiraatmadja



Doa

Betapapun, ya Allah
jangan palingkan WajahMu
Betapapun kusandang dosa-dosaku
dan dengan rasa malu
aku datang menghadapMu

Budiman S. Hartoyo



Perahu Kertas

Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas dan kau layarkan di tepi kali; alirnya Sangat tenang, dan perahumu bergoyang menuju lautan.

“Ia akan singgah di bandar-bandar besar,” kata seorang lelaki tua. Kau sangat gembira, pulang dengan berbagai gambar warna-warni di kepala.

Sejak itu kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindu-mu itu.

Akhirnya kau dengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,

“Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit.”

Sapardi Djoko Damono



Siapakah Engkau

Aku adalah Adam

yang telah memakan apel itu;

Adam yang tiba-tiba sadar Kehadirannya sendiri

Terkejut dan merasa malu

Aku adalah Adam yang kemudian mengerti

Baik dan buruk, yang mencoba lolos

Dari dosa ke lain dosa;

Adam yang selalu mengawasi diri sendiri

Dengan rasa curiga

Dan berusaha menutupi wajahnya

Akulah tak lain Adam yang menggelepar

Dalam jarring waktu dan tempat

Tak tertolong lagi dari kenyataan;

Firdaus yang hilang;

Lantaran kesadaran dan curiga yang berlebih

Atas Kehadirannya sendiri

Aku adalah Adam

Yang mendengar suara Tuhan :

Selamat berpisah, Adamdalah Adam

i.110mbiar, 1955

kan tipografi pada puisinya? atinya dengan menggunakan kata-kata tertentu, yaitu :

Sapardi Djoko Damono



99 Untuk Tuhanku

Tuhanku

kususun 99ku

agar sampai pada O

dan kulahirkan kembali 1–ku

sampai 99ku yang baru.

Tuhanku

kususun 99 nafasku

untuk meniru-Mu

mendekati watak-Mu

dan menjadi hati-Mu

Tuhanku

ini bukan pusi

bukan keindahan

ini hanya cinta sunyi

yang jadi menggelikan

karena kuucapkan.

Tuhanku

aku hanya kepunyaan-Mu

aku tidak asli

aku tak sejati

aku hanya mulut-Mu

jiwa menganga

menunggu-Mu tiba

dari dunia ke dunia

dari semesta ke semesta

Emha Ainun Najib



Sujud

Sujud...Bagaimana engkau hendak bersujud pasrah

Sedang wajahmu yang bersih sumringah

Keningmu yang mulia dan indah

begitu pongah minta sajadah agar tak menyentuh tanah

Apakah kau melihatnya seperti iblis saat menolak menyembah Bapamu dengan congkak

Tanah hanya patut diinjak, tempat kencing dan berak

Membuang ludah dan dahak atau paling jauh hanya lahan pemanjaan nafsu, serakah dan tamak

Apakah kau lupa bahwa tanah adalah Bapa darimana ibumu dilahirkan

Tanah adalah ibu yang menyusuimu dan memberi makan

Tanah adalah kawan yang memelukmu dalam kesendirian

Dalam perjalanan panjang menuju keabadian

Singkirkan saja sajadah mahalmu

Ratakan keningmu ..Ratakan heningmu ..Tanahkan wajahmu

Pasrahkan jiwamu, Biarlah rahmat agung Allah membelaimu

Dan terbanglah kekasih

Bagimu..Bagimu kutancapkan kening kebanggaanku pada rendah tanah

Telah kuamankan sedapat mungkin imanku..

Kuselamat selamatkan Islamku..Kini dengan segala milik-Mu ini

Kuserahkan kepada-Mu Allah...Terimalah

Kepala bergengsi yang terhormat ini..dengan kedua mata yang mampu menangkap gerak gerik dunia

Kedua telinga yang dapat menyadap kersik kersik berita

Hidung yang bisa mencium wangi parfum hingga borok manusia

Mulut yang sanggup menyulap kebohongan jadi kebenaran

Seperti yang lain hanyalah sepersekian percik tetes anugerah-Mu

Alangkah amat mudahnya Engkau melumatnya Allah

Sekali Engkau lumat terbanglah cerdikku..terbanglah gengsiku..terbanglah kehormatanku

Terbanglah kegagahanku..Terbanglah kebanggaanku..terbanglah mimpiku terbanglah hidupku

Allah jika terbang terbanglah sekarang pun aku pasrah

Asal menuju haribaan-Mu...Rahmatmu

Mustofa Bisri



Doa Ahasyah

Mustofa Bisri

2

Kemanusiaan

Gadis Peminta-minta

setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil

senyummu terlalu kekal untuk kehal duka

tengadah padaku, pada bulan merah jambu

tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

ingin aku ikut gadis kecil berkaleng kecil

pulang ke bawah jembatan yg melulur sosok

hidup dari kehidupan angan-angan yg gemerlapan

gembira dari kemayaan riang

duniamu lebih tinggi dari menara katedral

melintas-lintas di atas air kotor, tapi yg begitu kau hafal

jiwa begitu murni, terlalu murni

untuk bisa membagi dukaku

kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil

bulan di atas itu, tak ada yang punya

dan kotaku, oh kotaku

hidupnya tak lagi punya tanda

Toto Soedarto Bachtiar



Orang-Orang Miskin

Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.

Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.

Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.

Bila kamu remehkan mereka,
di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.

Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.

Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.

Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.

Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim

W.S. Rendra

3

Patriotisme

DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

Chairil Anwar



KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

Chairil Anwar



PAHLAWAN TAK DIKENAL

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring

Tetapi bukan tidur, sayang

Sebuah lubang peluru bundar di dadanya

Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

Dia tidak ingat bilamana dia datang

Kedua lengannya memeluk senapan

Dia tidak tahu untuk siapa dia datang

Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang

wajah sunyi setengah tengadah

Menangkap sepi padang senja

Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu

Dia masih sangat muda

Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun

Orang-orang ingin kembali memandangnya

Sambil merangkai karangan bunga

Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring

Tetapi bukan tidur, sayang

Sebuah peluru bundar di dadanya

Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda

Toto Soedarto Bachtiar



Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini

Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku ?”

Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.

Taufiq Ismail



Negeriku

mana ada negeri sesubur negeriku?

sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu, dan jagung

tapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedung

perabot-perabot orang kaya didunia

dan burung-burung indah piaraan mereka

berasal dari hutanku

ikan-ikan pilihan yang mereka santap

bermula dari lautku

emas dan perak perhiasan mereka

digali dari tambangku

air bersih yang mereka minum

bersumber dari keringatku

mana ada negeri sekaya negeriku?

majikan-majikan bangsaku

memiliki buruh-buruh mancanegara

brankas-brankas ternama di mana-mana

menyimpan harta-hartaku

negeriku menumbuhkan konglomerat

dan mengikis habis kaum melarat

rata-rata pemimpin negeriku

dan handai taulannya

terkaya di dunia

mana ada negeri semakmur negeriku

penganggur-penganggur diberi perumahan

gaji dan pensiun setiap bulan

rakyat-rakyat kecil menyumbang

negara tanpa imbalan

rampok-rampok dibri rekomendasi

dengan kop sakti instansi

maling-maling diberi konsesi

tikus dan kucing

dengan asyik berkolusi

Mustofa Bisri

4

Cinta Tanah Air

Tanah Sunda

Ke mana pun berjalan, terpandang daerah remah
Ke mana pun ngembara, kujumpa
manusia hati terbuka
membuka menerima

Pabila pun ngembara, kujumpa
suara rindu bersenandung duka
Pabila pun bertemu, menggetar hati
sawah lepas terhampar luas

dunia hijau muda
Riak sungai pagi-pagi
Angin keras menyibak rambut di dahi
Dan kulihat tanah penuh darah

tubuh beku terbaring kuyu
menggapaikan tangan sia-sia
berseru pun sia-sia
Ah, di mana kau bukakan rangkuman

ku kan menetap di sana
kapan pun kaulambaikan tangan
ku kan datang
menekankan jantung ke tanah hitam

Ayip Rosidi

5

Kisah kasih antara pria dan wanita

Romansa (Puisi masih dalam pencarian)

W.S. Rendra



Surat kepada Bunda

Tentang Calon Menantunya….

Bunda yang tercinta

akhirnya ku temukan juga jodohku

seseorang yang bagai engkau

sederhana dalam tingkah dan bicara

serta sangat menyayangiku.

terpupuslah sudah masa-masa sepiku

hendaknya berhenti gemetar rusuh

hatimu yang baik itu

yang selalu mencintaiku

karena kapal yang berlayar

telah berlabuh dan di tambatkan

dan sepatu yang berat serta nakal

yang dulu biasa menempuh

jalan-jalan yang mengkhawatirkan

dalam hidup wanita penuh manja

kini telah aku lepaskan

dan berganti dengan sandal rumah yang tentram

jinak. dan sederhana

bundaku…

burung dara betina yang nakal

yang sejak dulu kau pelihara

kini terbang dan telah menemukan jodohnya

ia telah meninggalakan kandang yang kau buat

dan mungkin akan menjengukmu sesekali

bundaku…

aku telah menemukan jodohku

jangan kau cemburu

hendaknya hatimu yang baik itu mengerti

pada waktunya, aku mesti kau lepaskan pergi

begitu kata alam. begitu kau mengerti

sebagai mana dulu ibumu melepas engkau

menikah dengan ayahku. dan bagai

ibu ayahku melepasnya

untuk menikahimu

tentu sangatlah berat

tetapi itu harus!

bunda…

akhirnya tak akan begitu berat

apabila telah dimengerti

apabila telah disadari.

aku akan baik-baik saja dengan suamiku

ia yang akan bertanggung jawab penuh atas diriku,

kebahagiaanku, kesedihanku

ia yang akan menjadi ayah dari anak-anakku kelak

ia yang pertama akan aku lihat setiap aku terbangun dari tidurku

ia yang terakhir akan aku lihat sebelum aku menutup mata

bundaku…

do’akan kami dalam membangun mahligai rumah tangga yang

sakinah, mawadah, warohmah…

bunda…aku sayang menyayangimu…

anakmu…

W.S. Rendra



Surat Cinta

Kutulis surat ini

kala hujan gerimis

bagai bunyi tambur yang gaib,

Dan angin mendesah

mengeluh dan mendesah,

Wahai, dik Narti,

aku cinta kepadamu !

Kutulis surat ini

kala langit menangis

dan dua ekor belibis

bercintaan dalam kolam

bagai dua anak nakal

jenaka dan manis

mengibaskan ekor

serta menggetarkan bulu-bulunya,

Wahai, dik Narti,

kupinang kau menjadi istriku !

Kaki-kaki hujan yang runcing

menyentuhkan ujungnya di bumi,

Kaki-kaki cinta yang tegas

bagai logam berat gemerlapan

menempuh ke muka

dan tak kan kunjung diundurkan

Selusin malaikat

telah turun

di kala hujan gerimis

Di muka kaca jendela

mereka berkaca dan mencuci rambutnya

untuk ke pesta

Wahai, dik Narti

dengan pakaian pengantin yang anggun

bunga-bunga serta keris keramat

aku ingin membimbingmu ke altar

untuk dikawinkan

Aku melamarmu,

Kau tahu dari dulu:

tiada lebih buruk

dan tiada lebih baik

dari yang lain...

penyair dari kehidupan sehari-hari,

orang yang bermula dari kata

kata yang bermula dari

kehidupan, pikir dan rasa

Semangat kehidupan yang kuat

bagai berjuta-juta jarum alit

menusuki kulit langit:

kantong rejeki dan restu wingit

Lalu tumpahlah gerimis

Angin dan cinta

mendesah dalam gerimis.

Semangat cintaku yang kuta

batgai seribu tangan gaib

menyebarkan seribu jaring

menyergap hatimu

yang selalu tersenyum padaku

Engkau adalah putri duyung

tawananku

Putri duyung dengan

suara merdu lembut

bagai angin laut,

mendesahlah bagiku !

Angin mendesah

selalu mendesah

dengan ratapnya yang merdu.

Engkau adalah putri duyung

tergolek lemas

mengejap-ngejapkan matanya yang indah

dalam jaringku

Wahai, putri duyung,

aku menjaringmu

aku melamarmu

Kutulis surat ini

kala hujan gerimis

kerna langit

gadis manja dan manis

menangis minta mainan.

Dua anak lelaki nakal

bersenda gurau dalam selokan

dan langit iri melihatnya

Wahai, Dik Narti

kuingin dikau

menjadi ibu anak-anakku!

W.S. Rendra



Senja di Pelabuhan Kecil

ini kali tidak ada yang mencari cinta

di antara gudang, rumah tua, pada cerita

tiang serta temali, kapal, perahu tiada berlaut

menggembus diri dalam mempercaya mau berpaut


Gerimis mempercepat kelam. ada juga kelepak elang

menyinggug muram, desir hari lari berenang

menuju bujuk pangkal akanan. tidak bergerak

dan kini tanah dan air tidur hilang ombak

Tiada lagi. Aku sendiri. berjalan

menyisir semenanjung, masih pengap harap

sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

dari pantai ke empat, sedu penghabisan bisa terdekap

Chairil Anwar

6

Kerakyatan atau demokrasi

Rakyat

Rakyat ialah kita
jutaaan tangan yang mengayun dalam kerja
di bumi di tanah tercinta
jutaan tangan mengayun bersama
membuka hutan-hutan lalang jadi ladang-ladang berbunga
mengepulkan asap dari cerobong pabrik-pabrik di kota
menaikkan layar menebar jala
meraba kelam di tambang logam dan batubara
Rakyat ialah tangan yang bekerja

Rakyat ialah kita
otak yang menapak sepanjang jemaring angka-angka
yang selalu berkata dua adalah dua
yang bergerak di simpang siur garis niaga
Rakyat ialah otak yang menulis angka-angka

Rakyat ialah kita
beragam suara di langit tanah tercinta
suara bangsi di rumah berjenjang bertangga
suara kecapi di pegunungan jelita
suara bonang mengambang di pendapa
suara kecak di muka pura
suara tifa di hutan kebun pala
Rakyat ialah suara beraneka

Rakyat ialah kita
puisi kaya makna di wajah semesta
di darat
hari yang beringat
gunung batu berwarna coklat
di laut
angin yang menyapu kabut
awan menyimpan topan

Rakyat ialah puisi di wajah semesta

Rakyat ialah kita
darah di tubuh bangsa
debar sepanjang masa

Hartoyo Andangjaya

7

Keadilan sosial (protes sosial)

Sajak Burung-Burung Kondor

Angin gunung turun merembes ke hutan,
lalu bertiup di atas permukaan kali yang luas,
dan akhirnya berumah di daun-daun tembakau.
Kemudian hatinya pilu
melihat jejak-jejak sedih para petani – buruh
yang terpacak di atas tanah gembur
namun tidak memberi kemakmuran bagi penduduknya.

Para tani – buruh bekerja,
berumah di gubug-gubug tanpa jendela,
menanam bibit di tanah yang subur,
memanen hasil yang berlimpah dan makmur
namun hidup mereka sendiri sengsara.

Mereka memanen untuk tuan tanah
yang mempunyai istana indah.
Keringat mereka menjadi emas
yang diambil oleh cukong-cukong pabrik cerutu di Eropa.
Dan bila mereka menuntut perataan pendapatan,
para ahli ekonomi membetulkan letak dasi,
dan menjawab dengan mengirim kondom.

Penderitaan mengalir
dari parit-parit wajah rakyatku.
Dari pagi sampai sore,
rakyat negeriku bergerak dengan lunglai,
menggapai-gapai,
menoleh ke kiri, menoleh ke kanan,
di dalam usaha tak menentu.
Di hari senja mereka menjadi onggokan sampah,
dan di malam hari mereka terpelanting ke lantai,
dan sukmanya berubah menjadi burung kondor.

Beribu-ribu burung kondor,
berjuta-juta burung kondor,
bergerak menuju ke gunung tinggi,
dan disana mendapat hiburan dari sepi.
Karena hanya sepi
mampu menghisap dendam dan sakit hati.

Burung-burung kondor menjerit.
Di dalam marah menjerit,
bergema di tempat-tempat yang sepi.

Burung-burung kondor menjerit
di batu-batu gunung menjerit
bergema di tempat-tempat yang sepi

Berjuta-juta burung kondor mencakar batu-batu,
mematuki batu-batu, mematuki udara,
dan di kota orang-orang bersiap menembaknya.

W.S. Rendra

8

Pendidikan / budi pekerti

Menyesal

Pagiku hilang sudah melayang,
Hari mudaku sudah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi

Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu, miskin harta

Ah, apa guna kusesalkan
Menyesal tua tiada berguna
Hanya menambah luka sukma

Kepada yang muda kuharapkan
Atur barisan di hari pagi
Menuju arah padang bakti.

Ali Hasjmi



Surat dari Ibu

Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke dunia bebas!
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau

Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas!
Selama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau

Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku!

Kembali pulang, anakku sayang
kembali ke balik malam!
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari”

Asrul Sani

2. Nada dan Suasana Puisi

Nada mengungkapkan sikap penyair terhadap pembaca. Dari sikap itu terciptalah suasana puisi. Ada puisi yang bernada sinis, protes, menggurui, memberontak, main-main, serius, (sungguh-sungguh), patriotic, belas kasih (memelas), takut, mencekam, santai, masa bodoh, pesimis, humor, (bergurau), mencemooh, kharismatik, filosofis, khusyuk, dsb.

Contoh-contoh nada puisi

1. Puisi bernada kagum

Pahlawan Tak Dikenal

Karya : Toto Sudarto Bachtiar

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang

wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda

Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda

Siasat,
Th IX, No. 442
1955

2. Puisi bernada pujian

Teratai

Kepada Ki hajar Dewantara

Karya : SanusiPane

Dalam kebun di tanah airku

Tumbuh sekuntum bunga teratai;

Tersembunyi kembang indah permai,

Tidak terlihat orang yang lalu.

Akarnya tumbuh di hati dunia,

Daun berseri Laksmi mengarang;

Biarpun ia diabaikan orang,

Seroja kembang gemilang mulia.

Teruslah, O Teratai Bahagia

Berseri di kebun Indonesia,

Biar sedikit penjaga taman.

Biarpun engkau tidak dilihat,

Biarpun engkau tidak diminat,

Engkau turut menjaga Zaman

(Pujangga Baru, 1963))

3. Puisi bernada pasrah

Derai-derai Cemara

Karya : Chairil Anwar

Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

(Kerikil tajam, 1945)

3. Perasaan dalam Puisi

Puisi mengungkapkan perasaan penyair. Nada dan perasaan penyair akan dapat kita tangkap kalau puisi itu dibaca keras dalam deklamasi. Membaca puisi dengan suara keras akan lebih membantu kita menemukan perasaan penyair yang melatarbelakangi terciptanya puisi tersebut.

4. Amanat Puisi

Amanat, pesan, atau nasihat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Amanat dirumuskan sendiri oleh pembaca. Sikap dan pengalaman pembaca sangat berpengaruh kepada amanat puisi. Cara menyimpulkan amanat puisi sangat berkaitan dengan cara pandang pembaca terhadap suatu hal. Meskipun ditentukan berdasarkan cara pandang pembaca, amanat tidak lepas dari tema dan isi puisi yang dikemukakan penyair.

Contoh amanat puisi “Doa” karya Chairil Anwar

DOA

kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

13 November 1943

Amanat yang dapat diambil :

a. Setelah kita merasa menjalani hidup dengan salah, hendaknya kita kembali ke jalan Tuhan.

b. Tuhan selalu menerima manusi ayang bertobat.

c. Tobat adalah jalan menuju kebaikan.

d. Jangan menutup diri terhadap pengampunan Tuhan sebab hanya dengan ampunanNya, hidup kita dapat menjadi lebih baik.